Laporkan Masalah

Perubahan pemanfaatan lahan di daerah pinggiran kota :: Kasus di pinggiran kota Yogyakarta

YUNUS, Hadi Sabari, Prof.Dr. Sutanto

2001 | Disertasi | S3 Geografi

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan perubahan pemanfaatan lahan di daerah pinggiran kota dan mempunyai tiga tujuan utama, yaitu: [l] mengkaji pola perubahan pemanfaatan lahan; [2] mengkaji proses perubahannya dan [3] mengkaji dampak perubahannya. Untuk mencapai sasaran tersebut, daerah penelitian dipilih daerah pinggiran kota Yogyakarta dengan menekankan pada desa-desa yang berbatasan langsung dengan Kotamadya Yogyakarta. Metode penelitian yang diterapkan adalah metode survai. Teknik pengumpulan data primair dilaksanakan dengan wawancara langsung dengan responden, informan dan “key persons”. Analisis dilaksanakan secara deskriptif kualitatif. Dua puluh daerah sampel yang tersebar di 14 desa telah ditentukan sebagai ajang penelitian. Responden adalah kepala keluarga yang mempunyai bangunan rumah dan berdomisili pada daerah sampel. Hasil penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut: [a] Pola Perubahan Pemanfaatan Lahan: Percepatan pengurangan Iahan pertanian dan penambahan lahan non pertanian yang tinggi berdmsiasi dengan jalur-jalur jalan utama yang menghubungkan kota Yogyakarta dengan kota-kota lain. Bagian utara-timur, menunjukkan derajat akselerasi paling cepat [karena diapit oleh jalur jalan utama dan jalur penghubung keduanya (ring-road) yang telah berfimgsi lebih dari 10 tahun]. Sementara itu bagian tenggara menunjdckan dejarat akselerasi paling rendah. Pola densifikasi penduduk pada daerah permukiman ternyata tidak berasosiasi secara keruangan dengan jalur jalan utama, tetapi pada daerah yang derajat aksesibilitasnya lebih rendah justru mempunyai akselerasi densifikasi paling cepat. Faktor desisolasi dan rendahnya harga pasaran lahan pada bagian ini telah berfimgsi sebagai “attracting forces” yang kuat. “Infllling process ” pada daerah dengan kepadatan penduduk rendah lebih banyak terjadi pada bagian dalam permukiman sedang pada daerah yang kepadatannya tinggi banyak terjadi di luar daerah permukiman dan ha1 ini berarti hilangnya lahan pertanian. Gejala ini mengakibatkan akselerasi densifikasi di daerah bagian tenggara lebih cepat dibandingkan dengan bagian lainnya dan paling rendah terletak di bagian utara-timur laut. [b] Proses Perubahan Pemanfaatan Lahan: Bukti sejarah mengungkapkan bahwa sejak semula kecenderungan pembmgunan fisik kota memang mengarah / diarahkan ke utara-timur laut. Menghadapnya bangunan kraton Yogyakarta ke arah utara sebagai bijih tumbuhnya kota dan pembangunan struktur fisik kota yang kebanyakan diletakkan pada bagian utara kraton, telah memfimgsikannya sebagai “attracting forces ” bagi munculnya fungsi-fungsi baru. Pada kurun waktu risen, kekuatan penarik bagi gerakan sentrifugal adalah “spatial forces ” dari kekuatan penarik bagi gerakan sentripetal adalah “urban functional forces”. Preferensi lahan untuk tempat tinggal didominasi oleh lahan pekarangan, karena status dan sifat lahan ini telah memberi kemudahan untuk pembangunan rumah [tidak perlu pengeringan, adanya fasilitas dan faktor sekuritas]. Sementara itu hasrat mematuhi peraturan pendirian bangunan dengan IMB ternyata cukup besar. namun ha1 ini berbalikan dengan tingkat kepatuhannya. Penyebab utamanya adalah munculnya “public opinion ” yang wajar bahwa pengurusan ha1 tersebut sulit. Hal tersebut memang sangat beralasan karena formulasi persyaratannya cukup sulit untuk dipenuhi. Tanpa upaya pemecahan, ha1 ini akan selalu menjadi “prima cuusa” dari perubahan pemanfaatan lahan tidak terkendali dan tidak termonitor. [c] Dampak Perubahan Pemanfmtan Lahan: Dari sisi kecepatan hilangnya lahan persawahan terlihat bagian utara paling cepat dan kemudian diikuti bagian barat, selatan, tenggara. Kecepatan hilangnya lahan persawahan nampak sejalan dengan proses desisolasi dan sebaran harga pasaran lahannya. Menciutnya lahan pertanian telah, menurunkan penghasilan dari sektor pertanian dan ha1 ini membuat petani mencari substitusi baru di luar sektor pertanian. Tercatat rerata kenaikan penghasilan petani menjadi petani plus sebesar 14%. Secara keruangan terjadi pergeseran sifat kedesaan menjadi kekotaan. Komersialisasi bangunan rumah banyak dilakukan oleh penduduk asli sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan baru dan sekaligus Iiierupakan strategi kehidupan petani yang baru. Sementara itu komitmen petani terhadap lahan pertanian mengalami pengendoran. Petani yang anti menjual lahan dibandingkan dengan petani pro-menjual lahan relatif seimbang namun ada kecenderungan yang pro-menjual semakin banyak. Hal ini terlihat dari perbandingan antara pro:anti adalah 52%:48%. Pengendoran komitmen petani terhadap kegiatan pertanian juga terlihat dari kiat petani yang sebagian besar akan mengubah kegiatannya pada masa yang akan datang [65%] dan sisanya [35%] mas& akan bertahan pada kegiatan pertanian. Dari mereka yang ingin tetap bertahan pada kegiatan pertanian, hanya 6% menggantungkan sepenuhnya dari kegiatan pertanian, karena mereka tidak mampu bekerja diluar pertanian dan 94% lainnya ingin bekerja juga di luar sektor pertanian.

The aim of this research is to reveal the land use change in the urban fiinge area and it has three objectives, i.e. [l] to study the pattern of land use change; [2] to study the process of its change and [3] to study the impacts of the change. In order to achieve the targets, the h g e area of the city of Yogyakarta is chosen as a study area, focussing on the villages that are Iocated next to the Yogyakarta municipal boundaries. There are twenty area samples, that are evenly distributed over the study area and selected purposively through the medium tools of ortho-photos and refering to the difference in their accessibilities. The respondents are those residing within the study area and possessing houses of their own. The results of the research show: [a] The pattern of land use change: The acceleration rate of agricultural land loss and non agricultural land extension have been spatially associated with the main transportation routes connecting the city of Yogyakarta with other urban centers. The northern-north eastern sections show the fmtest acceleration rate of both agricultural land loss and non agricultural land extension. The main reason is that these areas are located between the Solo Street and Magelang Street [the most crowded streets] and the areas have also been split by the northern ring road of Yogyakarta connecting the afore mentioned streets which has been functioned since 1986. For the time being, the south eastern parts of the fiinge having the lowest accessibility condition depict the lowest acceleration rate. The pattern of population densification is also spatially associated with the main transportation routes. Especially, areas located in the south eastern, south western and north western parts of the fXnge have shown tremendous acceleration rate. The factors of desisolation and lower land price are responsible for this condition. The infilling process in areas with low population density has mostly taken place within the settlement area whereas the infilling process in areas with high population density has mostly occktned outside the already established settlement and has directly diminished the acreage of agricultural land concomittantly. [b] The process of landwe ihange: Historical evidence shows that from the very beginning of Yogyakarta’s development, the establishments of physical structures were developed and directed northward. The northward orientation of the “Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat ” and the new establishment of main physical structures after then mostly took place in areas located north of Kraton. ‘. ConsequentIy, those structures functioned themselves as

Kata Kunci : Geografi Fisik,Perubahan Pemanfaatan Lahan,Pinggiran Kota


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.