Laporkan Masalah

PERGULATAN UMBU LANDU PARANGGI DALAM ARENA SASTRA DI BALI: TINJAUAN SOSIOLOGI PIERRE BOURDIEU

I Made Astika, Dr. Aprinus Salam, M.Hum.

2013 | Tesis | S2 Sastra

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan posisi Paranggi dalam arena sastra nasional; pergulatan Paranggi dalam arena sastra di Bali; dan strategistrategi yang dilakukan oleh Paranggi dalam menghadapi arena sastranya. Satuan data berupa teks dan proposisi-proposisi dari seniman, sastrawan, atau wartawan yang berhubungan dengan Paranggi. Satuan data itu dikumpulkan dengan teknik dokumentasi dan wawancara. Data dianalisis dengan cara menjelaskan, membandingkan, menghubungkan, memilah, atau mengombinasikannya dengan teori yang dikembangkan oleh Bourdieu seperti arena, habitus, modal, strategi, dan konsep-konsep lain yang membicarakan arena produksi kultural. Dalam sastra nasional, Paranggi menempati posisi objektif sebagai penyair yang terkonsekrasi dan terlegitimasi dalam arenanya. Konsekrasi dan legitimasi itu didasarkan kepada prinsip legitimasi spesifik, yaitu pengakuan yang diberikan oleh sekelompok penyair lain yang sebenarnya menjadi pesaingnya. Dengan kata lain, pengakuan itu menempatkan dirinya dalam kutub seni untuk seniman yang otonom dan tidak memosisikan diri pada prinsip legitimasi dominan dan populer. Paranggi tetap konsisten bergerak dalam arena produksi terbatas atau apa yang disebut dengan seni tinggi. Dalam kompetisi itu, dirinya lebih mengutamakan modal-modal simbolis, melibatkan prestise, karisma, wibawa, konsekrasi, atau selebrasi artistik dalam puisi. Puisi menjadi ideologi dalam kehidupan Paranggi. Di Bali, Paranggi melakukan reproduksi-reproduksi dalam pergulatan arena sastra regional yang hampir mirip dengan apa yang telah dilakukannya di Yogyakarta. Kebesaran Paranggi tidak bisa lepas dari peranan media karena hanya dengan menjadi redakturlah dirinya mampu mewariskan konsep-konsep bersastranya kepada para calon penulis. Di Bali, Paranggi telah berhasil membina sejumlah calon penulis yang kemudian dikenal sebagai sastrawan yang terkonsekrasi di tingkat nasional. Untuk mempertahankan dan memperkuat pencapaian dalam arena, Paranggi menginvestasikan prestise, kebohemian, ketersohoran, dan kefanatikannya terhadap puisi dengan tetap mengeksklusi modal ekonomi sebagai modal yang tidak terlalu dominan.

This research aimed to describe Paranggi’s in the national literary field; Paranggi’s struggle in the Balinese literary field; and the Paranggi’s strategies facing his literary field. Data sets in this research involved texts and propositions of artists, man of letters, or journalists related to Paranggi. The data sets were collected through the use of documentation and interview techniques. Data were analyzed by describing, comparing, associating, sorting or combining them with the Bourdieu’s theories including arena, habitus, capital, strategy, and other concepts discussing cultural production field. In the national literature, Paranggi has occupied objective position as a consecrated and legitimated poet in his field. Such consecration and legitimacy have been based on the principle of specific legitimacy, i.e. recognition provided by a group of other poets that actually serve as his competitors. In other words, the recognition has positioned him in the art edge as an autonomous artist and not positioned based on the principle of dominant and popular legitimacy. Paranggi has been consistently involved in the field of limited production or the so called high level art. In such a competition, he prefers symbolic capitals, prestige involvement, charisma, authority, consecration, or artistic celebration in poetry. Poetry becomes ideology in Paranggi’s life. In Bali, Paranggi has carried out reproductions in the struggle of regional literary field, which nearly similar to what he performed in Yogyakarta. The greatness of Paranggi is inseparable from media role since through his editorship he may be queath the prospective authors his literary concepts. In Bali, Paranggi has successfully supervised a number of prospective writers later well known as the writers consecrated at national level. To preserve and streng then his achievement in the field, Paranggi invested his prestige, bohemian spirit, greatness, and fanaticism on poem by still excluding economic capital as less dominant one.

Kata Kunci : Paranggi, pergulatan arena sastra, dan strategi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.