Laporkan Masalah

EKSPRESI TRANSFORMING GROWTH FACTOR β-1 (TGFβ-1) PADA LUKA OPERASI TIKUS PUTIH HIPERGLIKEMIK PASCA INDUKSI STREPTOZOTOCIN DAN DIET LEMAK TINGGI

drh. Tisna Tyasasmaya, Dr. drh. Dhirgo Adji, M.P.

2011 | Tesis | S2 Sain Veteriner

Tindakan operatif pada individu penderita diabetes memerlukan perhatian khusus karena adanya fase kesembuhan luka yang berbeda dibandingkan dengan individu sehat (Brem dan Tomic-Canic, 2007). Persiapan pasien termasuk evaluasi status nutrisi juga penting dilakukan agar kesembuhan pasca operasi menjadi lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan transforming growth factor β-1 (TGF β-1) pada proses kesembuhan luka operasi tikus hiperglikemik yang diinduksi dengan Streptozotocin (STZ) dan diet lemak tinggi. Empat puluh ekor tikus Sprague Dawley betina dewasa, umur 2 bulan dengan berat badan ±200 gram digunakan dalam penelitian ini. Tikus diadaptasikan dalam kandang percobaan selama 1 minggu diberi diet basal dan minum secara ad libitum. Setelah masa adaptasi selesai, tikus kemudian dibagi menjadi 2 kelompok masing masing 20 ekor. Kelompok I adalah tikus yang diberi diet basal yang mengandung lemak 5%, sedangkan kelompok II adalah tikus yang diberi diet tinggi lemak yang mengandung lemak hewani 30% selama 30 hari. Pada hari ke 31, masing masing kelompok kemudian dibagi lagi menjadi 4 sub kelompok, yaitu kelompok 1.1, 1.2, 1.3, 1.4, 2.1, 2.2, 2.3 dan 2.4. Kelompok 1.1 merupakan tikus yang diberi diet normal lemak, tanpa injeksi STZ dan tanpa operasi, kelompok 1.2 adalah tikus yang diberi diet normal lemak, tanpa injeksi STZ dan dioperasi, kelompok 1.3 adalah tikus yang diberi diet normal lemak, dengan injeksi STZ dan tanpa operasi, kelompok 1.4 adalah tikus yang diberi diet normal lemak, dengan injeksi STZ dan dioperasi. Kelompok 2.1 merupakan tikus yang diberi diet tinggi lemak, tanpa injeksi STZ dan tanpa operasi, kelompok 2.2 adalah tikus yang diberi diet tinggi lemak, tanpa injeksi STZ dan dioperasi, kelompok 2.3 adalah tikus yang diberi diet tinggi lemak, dengan injeksi STZ dan tanpa operasi, seddngkan kelompok 2.4 adalah tikus yang diberi diet tinggi lemak, dengan injeksi STZ dan dioperasi. Dosis STZ untuk masing-masing tikus perlakuan adalah 50 mg/kg BB secara intraperitoneal. Lima hari setelah injeksi STZ, semua tikus dibuat luka insisi dengan panjang sayatan 3 cm pada daerah punggung secara aseptis dan legeartis. Luka kemudian dijahit kembali dengan pola sederhana tunggal menggunakan benang sutra sebanyak ±6 jahitan, kemudian luka diolesi larutan betadin. Tiga hari pasca operasi, tikus diambil darahnya melalui vena orbitalis, dikoleksi dalam tabung tanpa antikoagulan untuk pemeriksaan glukosa dan trigliserida. Tikus selanjutnya dimatikan, jaringan kulit diambil dan dibuat preparat histopatologi dengan pengecatan HE, serta dibuat preparat imunohistokimia untuk melihat ekspresi TGFβ-1 dengan metoda Streptavidin-Biotin pada daerah luka. Data konsentrasi glukosa dan trigliserida plasma dianalisis secara statistik menggunakan analisis variansi pola faktorial sedangkan preparat histopatologis dan imunohistokimia dianalisis secara deskriptif berdasarkan perubahan yang ada. Hasil analisis statistik dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa dalam serum dipengaruhi oleh pemberian STZ (P<0,05) tetapi tidak dipengaruhi oleh diet yang diberikan maupun operasi (P>0,05), sedangkan konsentrasi trigliserida dalam serum dipengaruhi oleh diet, STZ dan operasi (P<0,05). Dari hasil histopatologik kulit tikus, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan infiltrasi sel-sel radang pada kelompok tikus yang diberi diet lemak tinggi dengan injeksi STZ dan dioperasi, sedangkan hasil uji imunohistokimia juga menunjukkan hasil positif (+) pada kelompok yang sama. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa ekspresi TGFβ-1 yang tampak pada kulit tikus percobaan merupakan marker bahwa proses kesembuhan luka berada pada fase inflamasi, tetapi peran TGFβ-1 itu sendiri belum dapat ditentukan sebagai promotor atau inhibitor dalam proses kesembuhan luka karena jaringan diambil pada hari ke-3 pasca operasi yang masih merupakan fase inflamasi dari kesembuhan luka.

Surgery in a diabetic patient needs to have a serious concern because of its different phase of wound healing. It is also important to do a nutritional evaluation to the patients to get a better post-surgical wound healing. The objective of this research was to observe the expression of TGFβ-1 in wound healing of the rats injected with STZ. Fourty female Sprague Dawley rats, 2 months of age, 200 grams of body weight were used in this research. Rats were adapted for a week, fed in a standard diet and water ad libitum. Rats were then divided into 2 groups, 20 for each. Group I was fed in standard diet containing 5% fat and Group II was fed in high fat diet containing 30% fat. After 30 days on diet treatment, each group was divided into 4 subgroup. Group 1.1, 1.2, 1.3 and 1.4 were fed in a standard diet which is group 1.1 and 1.2 were not injected by STZ but group 1.2 was treated with cutaneous surgery. Group 1.3 and 1.4 were injected by STZ but group 1.4 was treated also with surgery. Group 2.1, 2.2, 2.3 and 2.4 were fed on high fat diet, which is group 2.1 and 2.2 were not injected by STZ but group 2.2 was treated with surgery whereas group 2.3 and 2.4 were fed on a high diet and injected by STZ but group 2.4 was also treated with surgery. The dose of STZ for each rat was 50 mg/kg body weight (BW) intraperitoneally. Five days after STZ injection, group 1.2, 1.4, 2.2 and 2.4 were incised aseptically at the dorsal area for about 3 cm in length. The wound areas were sutured with simple interrupted method using silk material and smeared with iodin liquid. Five days post-surgical, rat’s blood was collected from orbital vein and kept into uncoagulated tube for glucose and triglyceride measurement. After that, rats were killed to collect the skin tissue for histopathologic analysis using HE staining and also immunohistochemistry to analyze the expression of TGFβ-1 using Streptavidin-Biotin method. All the collected datas such as glucose and triglyceride concentration were analyzed statistically using factorial method, while the histopathologic and immunohistochemistry specimen were analyzed descriptively based on the alteration of the tissues and appearance of dark brown color on the skin tissues. Based on statistical analysis of the data showed that glucose concentration was affected by STZ (P<0,05), but not by the diet or surgery (P>0,05), while triglyceride concentration was affected by the three factors: diet, STZ and surgery (P<0,05). Based on histopathologic analysis of rat’s skin showed that there were an increase of inflammation cells at the wound area from the group of rats fed by high fat diet, stz injection and surgery whereas the immunohistochemistry showed a positive result in the same group. Based on those analysis, it is concluded that the expression of TGFβ-1 appeared on rat’s skin was a marker in inflammation phase of wound healing, but it is not clear yet whether the role of TGFβ-1 as a promoter or inhibitor because the skin was collected three days post-surgery which is considered as an inflammation phase of wound healing.

Kata Kunci : diabetes, diet tinggi lemak, streptozotocin, TGFβ


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.