Laporkan Masalah

Transformasi tatah sungging wayang kulit pedalangan ke wayang kulit cenderamata di Pucung, Imogiri, Yogyakarta

AMRIZAL, Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc

2010 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

Tatah sungging wayang adalah suatu bentuk kesenian tradisional yang sudah punya embrio sejak masa prasesarah Indonesia. Pada awalnya merupakan suatu pertunjukan yang berhubungan dengan pemujaan akan roh nenek moyang. Kemudian dalam rentang waktu yang panjang sampai pada masa Hindu, pertunjukan wayang bertransformasi ke visualisasi pada dinding candi. Pada masa Islam perkembangan bentuk fisiknya bertransformasi ke bentuk-bentuk yang disesuaikan dengan ajaran Islam. Wayang distilasi, ditatah dan disungging dengan apik sehingga menjadi bentuk-bentuk yang unik dan menakjubkan, pada akhirnya wayang mencapai keklasikannya. Islam menjadikan wayang sebagai karya seni yang profan, sehingga mudah di manfaatkan untuk berbagai keperluan manusia. Pada era globalisasi tatah sungging wayang kulit bertransformasi ke wayang untuk Cenderamata. Realitas ini menjadi lahan baru bagi seniman dan perajin tatah sungging wayang kulit dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Gelombang transformasi tatah sungging wayang kulit pedalangan ke wayang Cenderamata mampu mengerakkan roda perekonomian warga Pucung, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan taraf kesejahteraan hidup mereka. Dalam mencermati transformasi tatah sungging wayang kulit pedalangan ke wayang Cenderamata ini digunakan pendekatan arkeologis dan pendekatan sosiologi. Untuk melihat faktor penyebab dan model transformasinya digunakan pendekatan arkeologis, dibantu oleh teori seni dalam dimensi bentuk, ruang, dan waktu serta teori quantum seni. Pendekatan sosiologis digunakan untuk mencermati dampak sosial budaya yang disebabkan oleh transformasi wayang pedalangan ke wayang Cenderamata terhadap masyarakat pendukungnya.

Tatah sungging wayang is a form of traditional art since of Indonesian prehistory. In the beginning was a performance that would be associated with the worship ancestor spirits. Then in the long span of time until the Hinduism period, wayang show was visualized on the temples wall. During the development of the physical form of Islam wayang transformed into forms of Islam teachings. Wayang in the stylized, beautifully carved and painting therefore made forms a unique and fascinating, unfortunately reaching of classical wayang. In the Islamic, wayang becomes a profane, its very easy to use for a variety of human purposes. In the globalization tatah sungging wayang transformed into souvenirs. This reality, would be make a new area for crafters tatah sungging wayang to improve their income. Wave transformation tatah sungging wayang puppetry to wayang souvenirs it can be move the economic of Pucung, expand employment opportunities, and improving the welfare of their lives. In looking of the transformation tatah sungging wayang puppetry to this wayang souvenirs its used archaeological and sociology approach. To view the causes and transformation model used archaeological approach, aided by art theory in the form dimensional, space, time, and the quantum theory of art. The sociological approach is used to examine social and cultural impacts that caused by wayang puppetry transformation to the souvenirs for the community.

Kata Kunci : transformasi, tatah sungging wayang kulit, dan Cenderamata, transformation, tatah sungging wayang, and souvenirs


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.