Laporkan Masalah

Mekanisme penetapan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB :: Studi di Kabupaten Banyuwangi tahun 2007

MUSANI, Dr. Samsubar Saleh

2007 | Tesis | Magister Administrasi Publik

Penelitian ini membahas mekanisme penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bumi dan mengukur kesesuaian (akurasi) NJOP tersebut terhadap nilai pasarnya dengan menggunakan studi assessment ratio, rasio antara nilai untuk penetapan pajak (assessed value) dengan market value. Hasil studi ini akan memberikan informasi tentang level of assessment, uniformity, equity, ataupun regresivitas-progresivitas dalam penetapan NJOP, sehingga dapat menjadi dasar bagi fiskus untuk membuat suatu kebijakan, khususnya dalam penggalian potensi dan menjaga keadilan dalam pengenaan PBB. Penelitian ini menggunakan data NJOP bumi tahun 2007 di Kecamatan Banyuwangi dan Bangorejo Kabupaten Banyuwangi, dan data transaksi jual beli bulan Juni 2006 sampai dengan Juni 2007. Hasil uji level of assessment diketahui bahwa NJOP bumi di Kecamatan Banyuwangi dan Bangorejo ditetapkan secara underassessment, yaitu masingmasing sebesar 75,05% dan 64,53% dari nilai pasarnya. Assessment ratio di kedua kecamatan mempunyai tingkat variabilitas yang cukup rendah, tercermin dari Coefficient of Variation (COV) dan Coefficient of Dispersion (COD) yaitu Kecamatan Banyuwangi COV sebesar 26,96% dan COD sebesar 22,13%, untuk Kecamatan Bangorejo, COV sebesar 26,22% dan COD sebesar 21,01%. Dilihat dari rasio antara mean dengan weighted mean maka terjadi progresivitas dalam penetapan NJOP bumi di Kecamatan Banyuwangi dan Bangorejo. Hasil pengujian regresivitas-progresivitas diketahui nilai t-hitung positif, yaitu untuk Kecamatan Banyuwangi sebesar 4,1318 dan Kecamatan Bangorejo sebesar 4,0015. Progresivitas terjadi karena properti-properti yang bernilai tinggi memiliki assessment ratio lebih tinggi dibanding properti-properti yang bernilai rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa NJOP bumi di Kecamatan Banyuwangi dan Bangorejo ditetapkan di bawah nilai pasar atau underassessment tidak seragam, dan bersifat progresive, sehingga menimbulkan ketidakadilan. Hal ini dikarenakan penyesuaian besarnya NJOP bumi setiap desa/kelurahan tidak dilakukan setiap tahun, tergantung skala prioritas maupun ketersediaan sumber daya, padahal disisi lain market value terus berkembang. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan penerimaan PBB maupun BPHTB maka Kantor Pelayanan PBB Banyuwangi dapat merumuskan kebijakan untuk meningkatkan pokok ketetapan PBB, yaitu dengan melakukan penyesuaian besarnya NJOP melalui kegiatan analisis ZNT/NIR, dengan prioritas pada wilayah yang assessment ratio-nya masih rendah dan wilayah lain yang potensi pajaknya besar. Kebijakan ini akan berdampak pada meningkatnya beban wajib pajak, sehingga rawan terhadap munculnya gejolak dari wajib pajak sebagai stakeholder utama. Untuk itu, kebijakan ini harus dibarengi dengan langkahlangkah antara lain: pelibatan masyarakat dalam proses penentuan besarnya NJOP, pemberian fasilitas perpajakan (stimulus) bagi objek pajak yang mengalami kenaikan NJOP, dan meningkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah dalam optimalisasi penerimaan PBB.

This research discussed mechanism of determining tax object selling value (NJOP) of land and measured accuracy of NJOP against its market value using assessment ratio study, a study about ratio between assessed value and market value. result of the study provide information on level of assessment, uniformity, equity, and regressivity-progressivity in determining NJOP so it may base for taxgatherer to make a policy, especially in exploring potential of Land and Building tax and keep equity in taxing. This research used data of land NJOP in 2007 in Banyuwangi district and Bangorejo district of Banyuwangi regency, and sale-buying transaction data on June 2006 to June 2007. Result of level of assessment test indicated that NJOP was determined below average level of 1 (100%). It was reflected from meant assessment ration in Banyuwangi and Bangorejo districts of 75.05% and 64.53%, respectively, so there was underassessment. Variability analysis indicated that assessment ratio in both district have low variability and dispersion level, reflected from coefficient of variation (COV) and coefficient of dispersion (COD) for Banyuwangi of 26.96% and 22.13%, respectively and that for Bangorejo district of 26.22% and 21.01%, respectively.Ratio of mean to weighted mean indicated progressivity in determining land NJOP in Banyuwangi and Bangorejo districts. Result of regressivity-progressivity analysis showed positive counted-t for Banyuwangi (4.1318) and Bangorejo (4.0015). Progressivity occurs due to high value properties has higher assessment ration compared with lower properties. Therefore, land NJOP in Banyuwangi and Bangorejo district was determined below market value (ununiformed-underassessment) and progressive, so lead to inequity. It was due to adjustment of land NJOP in each village not done annually; rather it depended on scale of priority and availability of resources, although, in other side, market value grows continuously. Therefore, in order to increase revenue from land tax and BPHTB, Banyuwangi tax service should formulate alternative policy to increase main determination of land tax, by revaluation through ZNT/NIR analysis, with priority in area with low assessment ratio and other area with great tax potential. The policy will impact on increase in burden for tax payer and is politically not popular and has risk for rejection from taxpayer as main stakeholder that finally causes social cost. Therefore, this policy should be accompanied with other actions such as: involving society in process of determination of NJOP, providing tax stimulus for tax object with increased NJOP and improving cooperation with local government in optimizing land tax revenue.

Kata Kunci : NJOP,Nilai Pasar,Pajak Bumi dan Bangunan, market value, assessment ratio


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.