Laporkan Masalah

Kemiskinan petani di Kabupaten Gunungkidul tahun 2003

HANDOKO, Dr. Catur Sugiyanto, MA

2007 | Tesis | Magister Ekonomika Pembangunan

Kemiskinan masih menjadi masalah utama dalam pembangunan ekonomi di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2003. Meskipun 89% dari rumah tangga di Gunungkidul merupakan rumah tangga pertanian, namun pendapatan dari sektor pertanian ternyata dirasakan belum bisa mencukupi kebutuhan hidup rumah tangga. Bahkan lebih dari separuh (52,9%) rumah tangga tersebut hidup di bawah garis kemiskinan. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan petani, yaitu pendapatan dari sektor pertanian, pendapatan dari sekotr non pertanian, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, total lahan yang diusahakan, pemanfaatan kredit, dan partisipasi dalam penyuluhan. Kriteria kemiskinan menggunakan garis kemiskinan BPS, Sayogya dan Bank Dunia, dan selanjutnya dibandingkan antara ketiga kriteria tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data cross section yang diambil dari raw data Survei Pendapatan Petani tahun 2004 yang meliputi 2100 sampel rumah tangga. Analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif dan analisis regresi dengan metode OLS. Model regresi dibedakan menjadi dua yaitu model status kemiskinan yang merupakan model Logit dan model selisih pendapatan dengan garis kemiskinan yang merupakan model regresi linier klasik. Dari hasil estimasi persamaan regresi model status kemiskinan didapatkan kesimpulan bahwa pendapatan dari sektor pertanian memiliki probabilitas untuk mengentaskan petani dari kemiskinan lebih besar daripada pendapatan non pertanian, yang jelas menunjukkan lebih berperannya sektor pertanian dalam pengentasan kemiskinan diandingkan sektor lain. Selanjutnya disimpulkan juga bahwa anggota keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga, total lahan yang diusahakan, pemanfaatan kredit, dan partisipasi dalam penyuluhan, kesemuanya berpengaruh signifikan positif terhadap selisih pendapatan dengan garis kemiskinan, yang berarti pula berpengaruh positif dalam mengentaskan petani dari kemiskinan. Kesimpulan terakhir adalah bahwa penerapan garis kemiskinan yang berbeda-beda tidak mengubah kemampuan variabel penjelas dalam menjelaskan variabel kemiskinan.

Poverty was still a main problem of economic development in Gunungkidul Regency in 2003. Although 89% of the households in Gunungkidul were agricultural households, the agricultural income could not afford to fulfill their basic needs. More than a half of them (52.9%) lived below the poverty line. This research attempted to analyze factors affecting poverty of agricultural households, i.e. agricultural income, non agricultural income, number of household’s member, education level of the family leader, land size, loan use, and participation in agricultural information, and it was conducted with 3 version of poverty line, i.e. BPS, Sayogya, and Worldbank. By using cross sectional data from the Farmer’s Income Survey (SPP) in 2004, consist of 2100 samples of households, the regression model derived into two models. First, the determination function of poverty status which was a Logit Model. Second, the determination function of gap between household income and poverty line, which was a Classic Linear Regression Model (CLRM). The estimation result of the first model showed that agricultural income had a probability to be ‘not poor’ much higher than non agricultural income. This was an evidence that agriculture still had an important role in poverty alleviation. The second model result also showed that all factors had significant positive association to the ‘income-poverty line gap’. Finally, the application of different version of poverty line in regression analysis did not change the performance of the explanatory variable in determining the poverty variable.

Kata Kunci : Kemiskinan,Pendapatan Petani, poverty, agricultural income, poverty line


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.