Laporkan Masalah

Jejak orang Cina sebagai pengusaha Batik di Yogyakarta :: Perspektif antropologi historis

WIRAWAN, Bintang, Drs. Mulyadi, MS

2007 | Tesis | S2 Antropologi

Yogyakarta dan batik saling melekat seperti raja dan rakyatnya atau antara pengusaha dan konsumennya. Batik adalah bahan sandang, atribut kesenian, maupun benda seni yang dipelihara kelestariannya oleh masyarakat. Sumbangan etnis pendatang dalam budaya diungkap penelitian ini melalui keterlibatan orang Cina sebagai pengusaha batik di kota ini. Keterlibatan orang Cina dalam produksi batik menunjukkan kedekatan dan derajat penerimaan budaya lokal oleh mereka. Data diperoleh melalui wawancara terhadap orang Cina yang pernah atau masih memproduksi batik. Data tambahan didapatkan dari keterangan informan lain yang terlibat dalam kepengurusan koperasi batik. Studi pustaka dilakukan sebagai pembanding maupun pelengkap data. Konsekuensi pendirian Yogyakarta tidak hanya politis melainkan dalam aspek budaya juga. Konservatif sebagai pilihan berpengaruh kepada kehidupan kerajaan dan penduduknya pada masa selanjutnya. Seni dan kerajinan batik terus dipakai dan diproduksi dengan mempertahankan ciri semula. Pluralitas etnis pada masa penjajahan tidak besar pengaruhnya dalam produksi dan perdagangan bahan batik. Motif batik corak Yogyakarta kurang berkembang, dibandingkan dengan batik pesisir, yang mendapat pengaruh pewarnaan dan motif serta keterlibatan pengusaha keturunan asing. Perkembangan jumlah pengusaha batik orang Cina di Yogyakarta tidak seperti di kota lain, yang tumbuh sejak pertengahan abad ke 19. Produksi mereka seperti yang dihasilkan pengusaha lokal dan keberadaannya tidak menonjol bahkan cenderung tidak terlihat. Sejumlah 20 orang Cina pernah tercatat pada tahun 1920an mengusahan batik di daerah ini. Pada masa kini jumlahnya kurang dari lima orang, itupun tidak semuanya menjadi mata pencaharian pokok. Keberadaan pengusaha batik orang Cina di Yogyakarta relatif belum lama jika dibandingkan dengan sejarah kota. Mereka terlibat dalam produksi batik karena memiliki rasa identitas Jawa karena hubungan perkawinan, dan adanya perkembangan tehnik cap dan pemasaran yang menjanjikan. Produk pengusaha batik orang Cina yang eksis sekarang lebih cenderung sebagai media ekspresi seni mereka dan untuk pangsa pasar terbatas.

Yogyakarta and batik are attaching each other like a king and his people or between producer and their consumers. Batik are articles of clothing; attributes of arts and artistic objects themselves, which are preserved by its society. This research reveals contribution of foreign descendants to the local culture through the involvement of Chinese as batik businessmen in the city. Involvement of Chinese descendants in the manufacturing of batik shows relations and the degree of their acceptance to local culture. Data are gathered through interviews with Chinese descendants which had or still produce batik. Additional data are obtained from explanations of other informants who are involved in the management of batik Cooperatives. Literature study was done as comparison and addition to the data. Consequences of the establishment of Yogyakarta are not only political but also cultural. Conservative option effected the life of the kingdom and citizens to the later eras. The arts and crafts of batik are being worn and produced with respect to the preservation of the characteristics of batik. Ethnic diversity in the colonial era does not significantly effect batik production and trade. Yogyakarta batik motif are less developed compared to costal batik, which were effected in coloration and motif and by the involvement of businessmen of foreign descendants. The growth in quantity of Chinese businessmen in Yogyakarta are not like in other cities which increase since the nineteenth century. Their products are similar to the products of their local counterpart and their existence are less noticeable. Twenty people had been noted in 1920s to be in the batik business in this region. Now, the number is less than five and not all of them do it as their main occupation. The existence of Chinese batik business are relatively short compared to the history of the city. They are involved in batik production because their affiliation to Javanese identity through marriage and the development of stamp technique and promising marketing. Batik products of Chinese businesses which exist today tends to be as an artistic expression and marketed to a limited market.

Kata Kunci : Etnis Cina,Usaha Batik, Chinese, batik business, Yogyakarta


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.