Laporkan Masalah

Civil Society Organizations (CSO) di aras lokal :: Studi tentang partisipasi konsorsium Makuwaje dalam perumusan kebijakan publik di Provinsi Maluku Utara

ABAS, Isman, AAGN Ari Dwipayana, M.Si

2006 | Tesis | S2 Ilmu Politik (Politik Lokal dan Otonomi Daerah)

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Dalam konteks perumusan kebijakan publik partisipasi menjadi kata kunci yang harus diwujudkan dan dipraktekkan oleh Pemerintah Daerah sehingga kebijakan publik tidak lagi menjadi persoalan Pemerintah Daerah semata. Perubahan konstalasi politik menyusul desentralisasi politik pasca Orde Baru membawa implikasi yang sangat besar pada perpolitikan lokal. Pemerintah Daerah dalam hal ini tidak mempunyai pilihan lain kecuali melakukan pembaharuan menuju tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Momentum keterbukaan politik pasca orde baru benar-benar dimaknai sebagai momentum penting bagi kemunculan LSM dengan berbagai perannya. Kehadiran LSM dalam masyarakat merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan peran dan kapasitas pemerintah disemua sektor pembangunan, sehingga tidak semua aspirasi dan kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi oleh pemerintah. Bagaimanapun LSM cenderung selalu terlibat dalam proses politik dalam artian tidak untuk merebut kekuasaan pemerintahan melainkan dalam pengertian sebagai kelompok kepentingan (interest group) sekaligus kelompok penekan (pressure group) terutama dalam setiap perumusan kebijakan publik oleh birokrasi pemerintahan maupun lembaga perwakilan. Penelitian ini hendak melihat karakteristik CSO di Provinsi Maluku Utara khususnya melihat sejauh mana partisipasi Konsorsium Makuwaje dalam perumusan kebijakan publik di Provinsi Maluku Utara serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan pada studi kasus (case studi) dalam menjelaskan fakta yang dikumpulkan. Dalam menggali data, dilakukan dengan teknik wawancara secara mendalam (in dept interview) terhadap informan yang mewakili Pemda, DPRD dan Konsorsium Makuwaje serta beberapa narasumber yang menguasai permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik CSO ditingkat lokal Maluku Utara masih sangat pragmatis dan kental dengan kontestasi etnis. Secara umum kegiatan LSM di Maluku Utara tidak berhubungan dengan kebutuhan masyarakat Maluku Utara pasca konflik (demand/lokal driven) tetapi cenderung mengikuti trend driven. Pelibatan LSM dalam perumusan kebijakan publik oleh Pemda cenderung hanya sebagai kebutuhan legitimasi semata, bahwa apa yang diputuskan sudah dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Secara umum tahapan-tahapan dalam perumusan APBD Provinsi Maluku Utara tidak dapat dimanfaatkan sebagai saluran informasi oleh Konsorsium Makuwaje karena ketertutupan Pemda dan DPRD. Hal ini sengaja dikondisikan untuk melanggengkan dominasi Pemda dan DPRD dalam penyusunan APBD. Bahwa Konsorsium Makuwaje dalam menjalankan aktifitasnya masih menyimpan kendala dan kelemahan secara internal, yaitu kurangnya pengalaman dalam melakukan kerja-kerja advokasi, kelemahan dalam membangun jaringan serta dipengaruhi pula oleh respon Pemerintah Daerah dan juga oleh lembaga donor. Kondisi ini, membawa implikasi pada tidak maksimalnya partisipasi Konsorsium Makuwaje dalam proses perumusan kebijakan publik di Provinsi Maluku Utara.

In a democratic governmental system, the concept of society participation is one of the important concepts because it is directly related to the essence of democracy as a governmental system focused on people as sovereignty owner. In the context of public policy formulation, participation is a key word that has to be realized and practiced by Local Government, so public policy no longer becomes Local Government’s affairs only. The changes of political constellation following decentralization of politic in New Order brought very great implications on local polity. In this regard Local Government does not have other choices but enforcing reformation for good governance. The momentum of political openness at post-New Order is really meant as an important one for the emergence of Non-governmental organizations (NGOs) with their various roles. The presence of NGOs in society is an undeniable fact. It is due to the limitedness of government’s role and capacity in almost all sectors of development, so not all aspirations and need of society can be met by government. NGOs, however, tend to be involved in political process not especially to struggle for governmental power but also to take part as interest groups as well as pressure groups, mainly in each public policy formulation by government bureaucracy and legislative. This research is conducted to find out the characteristics of Civil Society Organization (CSO) in North Maluku, especially as far which the participation of Makuwaje Consortium in public policy formulation and which factors bring effect to it. The research is qualitative one and uses a descriptive-analytical method with approach to case study in explaining facts collected. Data exploration is conducted by using the technique of in-depth interview with some informants that represent Local Government, Legislative Assembly at Local Level, Makuwaje Consortium, and others understanding the problems researched. The result of the research indicates that the characteristics of Civil Society Organizations (CSO) at the local level in North Maluku are that the NGOs are still very pragmatic in orientation and often involved in ethnic contestation. In general, NGOs’ activity in North Maluku is not related to the needs of post-conflict society but tend to follow trends (not demand- or local-driven, but trend-driven activity). The involving of NGOs in public policy formulation by Local Government tends to meet needs for political legitimacy only. In general, the stages of Local Budget (APBD) formulation in North Maluku can not be used as information channels by Makuwaje Consortium due to the reticence of Local Government and Legislative Assembly at Local Level. It is deliberately conditioned to continuously perpetuate the domination of Local Government and Legislative Assembly at Local Level in Local Budget (APBD) formulation process. It is due to the fact that in performing its activities, Makuwaje Consortium still faces obstacles and weakness internally: the lack of experiences in carrying out advocating efforts, weakness in developing networks, and tends to be influenced by the responses of both Local Government and donor institutions. The condition really made the participation of Makuwaje Consortium not maximal in public policy formulation process in North Maluku.

Kata Kunci : Kebijakan Publik,Partisipasi Masyarakat,LSM, Non-governmental Organization (NGOs), Participation, Public Policy


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.