Laporkan Masalah

Biar Aku Yang Menentukan :: Dialektika identitas buruh migran sebagai perempuan Jawa

JAHJA, Ranggoaini, Prof.Dr. Sumijati Atmosudiro

2006 | Tesis | S2 Antropologi

Studi ini mewakili kisah banyak perempuan di pelosok desa sepanjang negeri ini. Mereka adalah buruh migran yang mengambil pilihan untuk bekerja dan tinggal berjauhan dari keluarganya untuk jangka waktu tertentu. Kisah keberangkatan yang tidak selalu melulu karena alasan ekonomi menunjukkan dinamika kehidupan para perempuan ini di desa asalnya. Bahwa pertanian memang telah tidak mampu menjadi penopang hidup memang merupakan realita yang tetap harus ditampilkan. Namun studi ini berusaha untuk mengungkapkan adanya dimensi non ekonomis, disamping peran ekonomi yang nyata terjadi. Dimensi ini mengemuka sebagai sebab dari migrasi sekaligus sebagai dampak yang ditimbulkan. Kajian ini berusaha untuk tidak melepaskan keberadaan buruh migran perempuan sebagai bagian dari politik ekonomi global dan lokal yang bertemu dengan kekuatan budaya patriarkal di daerah asal. Ketertindasan struktural dan kultural ini secara bersama-sama menjadi materi pembentuk yang hadir dalam konteks perempuan Jawa masa kini. Banyak pihak yang mereguk untung dari keringat mereka. Bukan suatu kebetulan bila sebagian besar yang menikmati adalah laki-laki, baik itu anggota keluarga sendiri maupun aparat desa yang menjadi makelar utama. Hal ini menunjukkan ketidaksetaraan peran gender perempuan dalam keluarga maupun masyarakatnya. Namun demikian, tarik-menarik berbagai kekuatan ini tidak membuat mereka lumpuh, sebaliknya para perempuan ini mengalami proses ”menjadi” yang tidak dialami oleh perempuan-perempuan dari generasi sebelumnya. Mereka menjadi agen perubahan karena berani menantang tradisi. Perempuan-perempuan di bawah 30 tahun ini kini berani menentukan siapa calon suaminya, membayar biaya pernikahan dengan uang mereka sendiri, membuat kesepakatan di awal pernikahan, seperti penggunaan kontrasepsi pada jangka waktu tertentu dan sepakat memilih tempat tinggal masing-masing dan pengelolaan uang secara terpisah. Keberanian yang tidak muncul tiba-tiba melainkan sebuah proses yang dialektis setelah begitu banyak pengalaman yang mereka alami sepanjang migrasi. Kesadaran diri yang baru telah dimiliki seiring dengan peningkatan kualitas hidup mereka, namun pada satu titik identitas yang baru ini terbelah. Studi ini memperlihatkan bagaimana hidup di desa menjadi lebih rumit ketika banyak hal baru tidak selalu dapat mereka terapkan. Menjadi migran membawa para perempuan Jawa ini ke dalam dua dunia

This study represents many women from every village across this country. They are migrant labors who decide to work and live distant from their families for uncertain time. Their departure that is not always due to economic reasons shows the dynamics of these women’s lives in their respective villages. Agriculture indeed has not been able to support their lives. It is a fact that must be illustrated as well. However, this study tries to reveal the existence of non-economic aspects in spite of the economic ones, which are very authentic. These non-economic aspects become the reasons for their migration and as the consequent impacts. This study tries not to ignore the existence of migrant woman labors as part of local and global economy politics that encounters patriarchal cultural power in their original villages. Structural and cultural suppressions concurrently have become elements in the context of recent Javanese women’s lives. Many sides take advantage from their pains. It is not a coincidence that those who benefit most from this situation are men, both from their own families and from village apparatus who are their main brokers. It shows inequality of women roles in their families and societies. Although confrontation among these various powers does not make women incapacitate, these women undergo a process of “becoming” what women of the previous generations did not experience. They become agents of change because they dare challenge the tradition. Today, these under thirty years women are bold to determine who will be their future husbands, pay with their own money the cost of their marriages, make premarriage agreements like on the use of contraceptives for certain time, the choice of living in their own homes separated from husbands, and split their finance managements. It is not a courage that suddenly appears. It is gradually formed through a dialectic process of experiencing many new things during their migration. They have gained their self-awareness along with the enhancement of their living quality. Yet, at certain point, this new kind of identity is split. This study also presents how living in village is more difficult for these women since they cannot always apply the new things they bring. However, becoming migrant labors has brought these Javanese women into two worlds

Kata Kunci : Buruh Migran,Perempuan


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.