Laporkan Masalah

Perubahan pola kepemimpinan Lurah Desa di era otonomi daerah di Desa Girirejo, Bantul

ARIANI, Christriyati, Dr. Irwan Abdullah

2005 | Tesis | S2 Antropologi

Otonomi daerah merupakan issu yang paling populer setelah kepemimpinan Presiden Suharto berakhir, pada bulan Mei 1998. Hingga kini otonomi daerah masih menjadi polemik yang tiada pernah habishabisnya. Berbagai diskusi, seminar maupun ceramah digelar berkaitan dengan berlangsungnya proses otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah semakin nyata setelah pemerintah mengeluarkan UU No. 22/1999, dan pelaksanaannya dilakukan secara nasional pada bulan Januari 2001. Penelitian ini bertujuan melihat perubahan yang terjadi sejalan dengan proses otonomi daerah, khususnya di tingkat pemerintah desa, di Kabupaten Bantul, DIY. Susunan Tata Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa yang berlaku di Kabupaten Bantul di dasarkan pada Perda No. 13/2000 sebagai upaya menindaklanjuti UU No. 22/1999 yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan secara kualitatif, data diperoleh dengan dengan observasi, dan wawancara mendalam dengan informan-informan yang telah dipilih. Analisa data dilakukan sejak awal penelitian hingga tahap penulisan. Data yang ada ditelaah secara mendalam dan ditelusuri, serta dianalisa termasuk kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan kategori yang ada. Dari hasil penelitian terlihat bahwa, peran lurah sebagai seorang pemimpin di desa telah mengalami perubahan. Saat ini, peran lurah dalam tata pemerintahan desa bukan lagi sebagai “penguasa tunggal”, karena lurah harus bisa ber”mitra kerja” dengan BPD (Badan Perwakilan Desa), sebagai badan legislatif desa. Suara dan aspirasi warga desa yang disalurkan melalui BPD, menjadi pertimbangan penting bagi lurah dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian, secara tidak langsung warga desa juga berperan di dalam mengawasi jalannya pemerintahan desa. Mereka menjadi bagian penting dalam tata pemerintahan desa, terutama dalam “mencermati” tugas-tugas yang diemban lurah. Tata pemerintahan desa yang bersih dari KKN, bersifat transparan, bertanggungjawab, partisipatif, efisien serta responsif merupakan bentuk tata pemerintahan desa yang sangat didambakan oleh warga desa saat ini. Oleh karenanya, kepemimpinan lurah di era otonomi daerah saat ini cenderung lebih populis, selalu berusaha ‘dekat’ dengan warga, terbuka, partisipatif, bertanggungjawab, efisien serta responsif terhadap persoalan warga desa. Upaya mewujudkan tata pemerintahan desa yang berdasarkan local good governance, dapat berjalan dengan baik apabila di dukung oleh ketiga unsur penting yang ada di desa yakni warga desa, BPD serta pemerintah desa.

Regional autonomy was the most popular issue since the end of the President Suharto’s leadership, on May 1998. Up to now, the regional autonomy still being a never ended polemic. Various discussions and seminars had been held related to the implementation of the regional autonomy process. The implementation of the regional autonomy was more and more certain when the government issued UU No. 22/1999; and it was effective nationally on Januaryi 2001. The objective of this research was to observe the changes occurred in line with the regional autonomy process, especially on the village level in Kabupaten Bantul, DIY based on the Regional Regulation (Perda) No. 13/2000 as an effort to follow up UU No. 22/1999, issued by central government. This research was perfomed by using qualitative approach. The data collection used observation and depth interview to the selected informants. The data analysis had been done since the early research to the writing phase. The deeply analysed and investigating data included those possible relations of category. The results showed that the role of lurah as a leader had been changed. Today, the role of lurah in villaged administration is no longer ‘as single ruler’, because lurah should be able to corporate as ‘partner’ with the BPD (Badan Perwakilan Desa) as the village legislature. The citizens votes and aspirations channeled through BPD became significant considerations for lurah in performing his duties. As such, indirectly the village citizens (warga desa) also have role in controlling the village administrations. They are important part in the administration of village, especially in controlling duties executed by the lurah. A clean government administrations of village of KKN (corruptions, collusions, and nepotism), that had transparant, responsible, participatory, efficient, and responsive characteristics was the form of village administrations yearned by the village people. Therefore, the leaderships of lurah in the regional autonomy era tended to be more ‘populis’, always tried to be ‘close’ to the people, open, participatory, responsible, effisient, and responsive to the problems faced by the people. The efforts to realize the local good governance would run smoothly when the following three important elemens support it: the village citizen, BPD, and the village government.

Kata Kunci : Pemerintah Desa,Pola Kepemimpinan Lurah,Otonomi Daerah, Regional Autonomy, Village Government, Lurah Desa


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.