Laporkan Masalah

STRATEGI SUPARTO BRATA DALAM KONTESTASI SIMBOLIK DI ARENA SASTRA INDONESIA PADA MASA ORDE BARU (TAHUN 1990-AN)

Dheny Jatmiko, Dr. Aprinus Salam, M.Hum.

2014 | Tesis | S2 Sastra

Penelitian ini berjudul Strategi Suparto Brata dalam Kontestasi simbolik di Arena Sastra Indonesia pada Masa Orde Baru (Tahun 1990-an). Penelitian ini dilatarbelakangi kegagalan Suparto Brata dalam kontestasi simbolik di arena sastra Indonesia pada masa Orde Baru melaui novel Mencari Sarang Angin. Suparto Brata adalah sastrawan yang telah banyak menciptakan karya sastra baik dalam berbahasa Indonesia dan Jawa dan mendapatkan penghargaan SEA Award 2007. Namun produktivitas Suparto Brata tersebut tidak mendapatkan perhatian dan legitimasi sebagai sastrawan pada masa Orde Baru. Penelitian ini secara ilmiah bertujuan mengaplikasikan teori strukturalisme genetik Pierre Bourdieu untuk menganalisis arena produksi kultural Mencari Sarang Angin karya Suparto Brata. Tujuan praktis dari penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran tentang bagaimana arena produksi kultural novel Mencari Sarang Angin karya Suparto Brata sehingga kegagalan Suparto Brata dalam kontestasi simbolik di arena sastra Indonesia dapat terjelaskan. Dalam penelitian ini diketahui bahwa arena sastra Indonesia pada masa Orde Baru didominasi oleh sastra universal. Ruang-ruang kemungkinan yang tersedia antara lain sastra universal, kontekstual, sastra populer, dan sastra daerah. Arena sastra Indonesia pada masa Orde Baru memiliki aturan main guna menjaga otonominya, yaitu dengan menjauhkan diri dari politik dan pasar (ekonomi), serta memiliki jangkauan secara nasional. Dalam pembahasan tentang trajektori dapat ditemukan bahwa habitus Suparto Brata adalah seorang bangsawan terpelajar yang menginternaslisasi dua subkultur budaya Jawa dan kelas menengah yang terkooptasi pihak dominan. Ia berkontestasi dalam arena sastra Indonesia pada masa Orde Baru melalui beberapa novelnya, salah satunya adalah novel Mencari Sarang Angin. Suparto Brata memilki berbagai jenis modal untuk didistribusikan, yaitu modal ekonomi (harta), kultural (budaya, data, ketrampilan menulis, pengetahuan tentang sejarah dan budaya Surabaya, dan kemahiran menulis novel dengan formula cerita detektif), sosial (jaringan-jaringan di arena sastra Jawa dan Surabaya), dan simbolik (legitimasi sastrawan Jawa dan penghargaan lainnya). Dengan strategi-strateginya, Suparto Brata mendistribusikan modal untuk berjuang dan bergulat di arena sastra Indonesia guna mendapatkan laba, baik laba simbolik maupun laba ekonomi. Adapun strategi Suparto Brata meliputi strategi tekstual, yang terdiri dari sikap netral tokoh dalam zona hubung dominasi-terdominasi dan pengambilan posisi ‘antara’ sastra serius dan populer; sedangkan strategi di ruang sosial meliputi pengukuhan diri sebagai saksi sejarah dan budaya Surabaya, serta pledoi independensi sebagai upaya pelepasan diri dari keterlibatan politik. Akhirnya penelitian ini mengambil kesimpulan bahwa strategi-strategi Suparto Brata kurang memiliki relevansi dengan aturan permainan di arena sastra pada masa Orde Baru, sehingga ia mengalami kegagalan pada masa tersebut.

This research is entitled Suparto Brata’s Strategy in Symbolic Contestation in Field of Indonesian Literary during The New Order (1990s). The background of this research is the failure Suparto Brata in the symbolic contestation in field of Indonesian literary during the New Order by novel Mencari Sarang Angin. Suparto Brata is a writer who has written many literary works whether it is in Indonesian or Javanese language and acheved SEA Award 2007. However, his productivity didn’t gain any achievment nor legitimation as a writer during the New Order. This research scientifically aims to apply Pierre Bourdieu's genetic structuralism theory in analyzing the field of cultural production of novel Mencari Sarang Angin. The practical objective of this research is to obtain an illustration abaout the field of cultural production of novel Mencari Sarang Angin, therefore the reason of his failure in symbolic contestation can be explained. It is found that during the New Order, field of Indonesian literary was dominated by universal literature. The available vacancies for literary works were universal literature, contextual literature, popular literature, and ethnic literature. In the New Order, field of Indonesian literary has its own rule in order to maintain the dominating power, which is by distancing themselves from politics and the economics, and has to be national widespread. In the the trajectory analysis, it is found that the Suparto Brata’s habitus is an educated aristocracy that internalized two different subcultures of Javanese culture, and middle class society that dominated by the dominant class. He focused on the contestation in field of Indonesian literary during the New Order through his works, one of them is Mencari Sarang Angin. Suparto Brata has the capital to be distributed: economic capital (wealth), cultural capital (culture, data, writing skills, historical and cultural knowledge about Surabaya, and ability to write novel in detective formula), social capital (networking in field of Javanese and Surabaya literature), and symbolic capital (the legitimation as Javanese writer and other achievment) . With his strategies, Suparto Brata distributed those capital to struggle and fight off in field of Indonesian literature, in order to gain revenues, whether it is symbolic and economic revenues. Suparto Brata’s strategies cover textual strategies: the character’s neutral attitude between domination-dominated and taking side 'between' serious and popular literature; and strategies in social space: self statement as Surabaya’s historical and cultural eye witness, as well as the independence of the court was an effort to release itself from political involvement. This research concludes that Suparto Brata’s strategies are lack of relevance with the rules of the game in field of Indonesian literature during the New Order, therefore he didn’t succeed.

Kata Kunci : arena, habitus, modal, strategi, kontestasi simbolik, field, habitus, capital, strategy, symbolic contestation


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.