Laporkan Masalah

ANALISIS INTERVENSI NATO TERHADAP LIBYA :PERSPEKTIF POSKOLONIAL

TITIK WIDARTI, Dr. Poppy S. Winanti, MPP., M.Sc.

2013 | Tesis | S2 Ilmu Politik/Hubungan Internasional

Intervensi NATO terhadap Libya dengan cara menggunakan kekuatan militer menjadi fenomena kontroversial bagi percaturan politik internasional. Peristiwa aksi protes para Pemberontak Libya yang awalnya dilakukan secara damai untuk menuntut Qaddafi agar segera mundur dari kekuasaannya telah ditanggapi Qaddafi dengan cara kekerasan militer. Peristiwa konflik Libya tersebut akhirnya menimbulkan pecahnya perang sipil Libya dan justru sebagai celah pintu masuknya Barat / NATO untuk dapat mengintervensi Libya. Berdasarkan naungan hukum Resolusi 1970 dan Resolusi 1973 Bab VII Piagam PBB pasal 39, 41 dan 42 akhirnya Dewan Keamanan PBB telah memberikan otoritas kepada NATO untuk melakukan intervensi dengan penggunaan kekuatan militer. Kekayaan minyak Libya yang melimpah-ruah merupakan daya tarik tersendiri dan faktor sangat penting bagi Barat mengapa mau terlibat dalam intervensinya terhadap Libya. Akhirnya keterlibatan NATO / Barat dalam kerjasamanya dengan para Pemberontak Libya akhirnya telah berhasil melakukan perubahan rezim kekuasaan Libya dengan cara menggulingkan kekuasaan rezim Qaddafi yang telah berkuasa hampir 42 tahun lamanya. adalah Penulis untuk menganalisis tesis ini menggunakan perspektif poskolonial. Didukung oleh beberapa pendapat ahli diantaranya adalah Spivak, Said dan Fanon. Otoritas dan legitmasi DK PBB yang telah diberikan kepada NATO untuk mengintervensi Libya dengan penggunaan kekuatan militer menunjukkan bahwa hasil keputusannya telah dikendalikan oleh pengaruh kekuasaan Barat. Hal ini menunjukkan adanya sindrom kekuasaan kompleks (authority complex) dari Barat dengan memapankan kebenaran mereka terlebih dahulu untuk mencapai tujuan mereka. Operation Unified Protector sebagai salah satu bukti kuat yang menunjukkan bahwa Barat mempunyai sindrom kekuasaan kompleks tersebut. Sindrom ini mempunyai kutub lain pada para pemberontak Libya yaitu muncul sindrom ketergantungan bagi mereka pada bantuan Barat dikarenakan kedatangan Barat memang sengaja diundang untuk melakukan perubahan rezim Libya. Hasilnya, terbentuklah hubungan kekuasaan yang timpang yaitu sebuah hubungan yang sudah tidak sederajat lagi karena pemerintahan kekuasaan Libya sampai sekarang masih dalam kontrol dan agenda kekuasaan Barat dalam ekonomi maupun politik.

NATO’s military intervention in Libya was a controversial phenomenon in the international political arena. The beginning of the conflict started with peaceful Libyan demonstrators demanding the resignation of Qaddafi, but they were responded to with military force. The conflict eventually led to the outbreak of civil war and this became the entry point for the West/ NATO to intervene. The UN adopted Resolutions 1970 and 1973, invoking Articles 39, 41 and 42 of Chapter VII of the UN Charter, and the UN Security Council authorized NATO to intervene with military force. Libya’s oil wealth posed a special attraction and was a very important factor in why the West wanted to intervene. Finally, NATO /the West in collaboration with the Libyan rebels successfully managed to topple Qaddafi’s regime, which has been in power for nearly 42 years. The author of this thesis analyzes these events using a postcolonial perspective. Her analysis is supported by several expert opinions including Spivak, Said and Fanon. The decision of the UN Security Council to authorize and legitimize NATO to intervene in Libya using military force was influenced by Western powers and shows their control of the UN Security Council. This proves the West has an authority through which they establish their validity to reach their goals. Operation Unified Protector is strong evidence and proves that the West has an authority complex. On the other end of the spectrum, the Libyan rebels demonstrate dependency syndrome, because they deliberately invited the West to aid them in changing the Libyan regime. As a result, an unequal power relationship formed and because of this the government of Libya, until now, continues to be economically and politically controlled according to the West's agenda.

Kata Kunci : Otoritas, legitimasi, sindrom kekuasaan kompleks (authority complex), sindrom ketergantungan, kekuasaan timpang.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.