Laporkan Masalah

PRASANGKA RASIAL DAN HIBRIDITAS DALAM SYAIR KOMPENI WELANDA BERPERANG DENGAN TJINA: TINJAUAN POSKOLONIALISME

DWI OKTARINA, Drs. Sudibyo, M. Hum

2013 | Skripsi | SASTRA INDONESIA

Penelitian ini membahas mengenai teks Sja’ir Kompeni Welanda Berperang dengan Tjina (selanjutnya disingkat SKWBdT) yang menjadi salah satu bagian penting dari kesusastraan Melayu klasik yang masih berkaitan dengan sejarah poskolonialisme di Indonesia. Teks SKWBdT adalah teks yang memiliki kaitan erat dengan latar belakang sejarah, yakni menceritakan pemberontakan orang-orang Cina di Batavia pada tahun 1740 serta Perang Madura. Teks ini dilatarbelakangi oleh peristiwa pembantaian massal terhadap etnis Cina oleh penguasa kolonial Belanda. Tidak kurang dari sepuluh ribu orang Cina dibantai dalam peristiwa kekerasan yang dikenal dengan Tragedi Berdarah Angke pada 9 Oktober 1740. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan relasi antarbangsa sebagai akibat kontak antara kaum pribumi, Cina, dan bangsa Belanda seperti yang ada di dalam teks SKWBdT. Dalam konteks inilah, relasi antara dua budaya menimbulkan konsep ambivalensi dan hibriditas. Aspek ambivalensi dan hibriditas dalam teks SKWBdT dikaji secara lebih mendalam dalam bingkai teori poskolonialisme. Hibriditas memfokuskan diri pada interaksi antara bentukbentuk budaya berbeda yang pada satu saat akan menghasilkan pembentukan budaya dan identitas baru. Dalam penelitian ini metode filologi tidak akan digunakan karena penulis tidak mentransliterasikan naskah SKWBdT dan bertumpu kepada naskah yang telah ditransliterasikan oleh J. Rusconi untuk disertasinya pada Universitas Utrecht. Metode yang akan digunakan adalah metode pembacaan kontrapuntal. Untuk menangani teks SKWBdT dibutuhkan upaya pembacaan kontrapuntal karena teks tersebut merupakan salah satu teks sastra klasik yang memiliki keterkaitan dengan persoalan kolonialisme dan imperialisme. Hasil penelitian membuktikan bahwa hubungan antara bangsa pribumi, Cina, dan Belanda dalam teks SKWBdT diwarnai dengan saling melekatkan stereotip. Persepsi mengenai etnis Cina yang ada di mata pribumi didasarkan pada perbedaan ras, kelas, dan agama yang kemudian melahirkan stereotip-stereotip. Setereotip yang hadir kemudian membuat sekat-sekat antara kelompok bangsa menjadi semakin kentara. Selain itu, unsur ambivalensi dan hibriditas masih terasa kuat mewarnai hubungan antarbangsa dalam teks tersebut.

This research discusses the text of the Sja’ir Kompeni Welanda Berperang dengan Tjina (herein after referred as SKWBdT) which became an important part of the Malay literary classic that is still associated with study of postcolonialism in Indonesian history. SKWBdT text is a text which has close links with the historical background, which tells of the Chinese revolt in Batavia and Madura War. This text is motivated by the events of the massacre of Chinese by the Dutch colonial rulers. Not less than ten thousand Chinese people were slaughtered in a violent incident known as Tragedi Berdarah Angke on October 9, 1740. The purpose of this study was to describe the relations between nations as a result of contact between the natives, China, and the Dutch as that is in the text SKWBdT. In this context, the relationship between the two cultures make the concept of ambivalence and hybridity. Aspects of ambivalence and hybridity in SKWBdT text to be studied in more depth in the frame poskolonialisme theory. Hybridity focuses on the interaction between different cultural forms that one time will make the formation of a new culture and identity. In this study, philological methods would not be used because the writer does not transliterate the manuscripts of SKWBdT and relying on a script that has been transliterated by J. Rusconi for his dissertation at the University of Utrecht. Method to be used is the method of contrapuntal reading. To handle this text, contrapuntal reading methods used to deal with this because the text is one of the classic literary texts that have relevance to the issue of colonialism and imperialism. The results prove that the relationship between natives, Chinese, and Dutch in the text SKWBdT embedding tinged with mutual stereotypes. Perceptions of Chinese in the eyes of natives is based on differences of race, class, and religion that makes a stereotypes. Stereotypes then create barriers between groups of nations are becoming increasingly apparent. In addition, elements of ambivalence and hybridity still affect the relation between natives, Chinese, and Dutch people in the text of SKWBdT.

Kata Kunci : SKWBdT, pribumi, Cina, Belanda, stereotip, ambivalensi, hibriditas


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.